Dua kali Jadi Kuasa Hukum Prabowo di MK, Kader Golkar Siap Beri Penjelasan

JAKARTA — Advokat Dorel Almir siap memberi penjelasan kepada Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar ihwal keterlibatannya sebagai kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dalam sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. “Saya maju terus. [Kalau ada mekanisme organisasi] saya kasih pencerahan,” katanya ketika dikonfirmasi Bisnis.com, Senin (27/5/2019). Dorel merupakan satu dari delapan advokat yang menerima kuasa dari Prabowo-Sandi sebagai pemohon perselisihan hasil Pilpres 2019. Dalam gugatan, nama Dorel tercantum di urutan ketujuh. Kuasa lainnya adalah Bambang Widjojanto, Denny Indrayana, Teuku Nasrullah, T.M. Luthfi Yazid, Iwan Satriawan, Iskandar Sonhadji, dan Zulfadli. Kendati memiliki firma hukum sendiri, Dorel juga merupakan kader Golkar dan menjadi calon anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatra Barat I pada Pileg 2019. Adapun, Golkar tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja pengusung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Pada 2014, Dorel juga menjadi satu dari 135 kuasa Prabowo-Hatta Rajasa dalam sengketa hasil Pilpres 2014. Dengan demikian, Dorel merupakan satu-satunya advokat yang telah dua kali mendampingi Prabowo di MK. Dorel mengakui bahwa posisinya sebagai kuasa hukum Prabowo pada Pilpres 2014 masih seirama dengan aspirasi politik Golkar sebagai anggota Koalisi Merah Putih (KMP). Sebaliknya, pada Pilpres 2019 Golkar mengusung Jokowi-Ma’ruf yang kemenangannya digugat ke MK. “Saya profesional sebagai pengacara. Sebagai loyalis harus begitu,” kata kader Golkar sejak 2003 ini. Berdasarkan catatan Bisnis.com, Dorel kerap berperkara di MK baik sebagai kuasa hukum maupun pemohon. Pekan lalu, MK memutus dua permohonan uji materi UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh Dorel. Perkara pertama adalah pengujian Pasal 240 ayat (1) yang mengatur syarat calon anggota DPR dan DPRD. Dorel meminta agar MK memberlakukan syarat keanggotaan selama minimal 1 tahun di partai sebelum kader diajukan sebagai caleg. Namun, gugatan ini ditolak. Adapun, perkara kedua adalah pengujian Pasal 326 UU Pemilu yang mencantumkan aturan dana kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden. MK menilai permohonan tersebut kabur sehingga tidak dapat diterima. Pada 2018, Dorel menjadi kuasa hukum pemohon pengujian norma pembatasan masa jabatan wakil presiden di MK. Para pemohon adalah Muhammad Hafidz, DPP Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa, dan Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi. Mereka menguji Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu ihwal larangan pendaftaran calon wakil presiden yang pernah menjabat dua periode. Harapan dari pemohon uji materi adalah agar MK membolehkan Wapres Jusuf Kalla mencalonkan diri kembali dalam Pilpres 2019. Namun, MK menolak permohonan tersebut karena pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum. Menurut MK, hanya wakil presiden dua periode serta parpol pengusung yang memiliki kedudukan hukum lantaran haknya berpotensi terlanggar dengan pemberlakuan pembatasan itu. Dorel memetik hasil di MK ketika pengujian Pasal 182 huruf l UU Pemilu yang mengatur syarat calon anggota DPD tidak boleh memiliki ‘pekerjaan lain’. Oleh MK, frasa ‘pekerjaan lain’ itu kemudian ditafsirkan ‘mencakup pula pengurus parpol’ sehingga pengurus parpol harus mundur bila mencalonkan diri sebagai senator pada Pileg 2019. Dalam permohonan tersebut, Muhammad Hafidz selaku pemohon tidak memberikan kuasa kepada advokat. Namun, Dorel mengaku dirinya turut membantu Hafidz menyusun materi permohonan. “Kami bikin sama-sama dulu itu,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *