Syarat Pencalonan Presiden dan Wapres Digugat, MK Diminta Tafsirkan UU Pemilu

Syarat pencalonan presiden dan wakil presiden digugat Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa, dan seorang warga negara bernama Muhammad Hafidz.

Melalui kuasa hukumnya, Dorel Amir dari Kantor Hukum Almir & Partners, mereka mengajukan permohonan pengujian Pasal 169 huruf ”n” dan Pasal 227 huruf ”i” Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jumat (27/4/2018).

Dorel Almir kepada Kompas Jumat malam menjelaskan, para pemohon menginginkan kedua norma dalam UU Pemilu yang mengatur syarat pencalonan Presiden dan Wapres selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama ditafsirkan apabila tidak berturut-turut.

Para pemohon menginginkan kedua norma dalam UU Pemilu yang mengatur syarat pencalonan Presiden dan Wapres selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama ditafsirkan apabila tidak berturut-turut.

Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu memberikan syarat bagi calon Presiden dan calon Wapres, yaitu ”belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama, dan surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”.

”Para pemohon memaparkan, sebagai penggemar Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sejak 2014 berkomitmen dengan Presiden Joko Widodo dalam memenuhi lapangan kerja yang layak, berkeadilan dan berkelanjutan, pemohon akan mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya normal Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu,” kata Almir.

”Karena menurut Pemohon, duet Jokowi-Jusuf Kalla yang memiliki komitmen dan kerja nyata dalam penciptaan lapangan kerja berkelanjutan patut untuk dipertimbangkan kembali menjadi pasangan Presidan dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2019,” kata Almir.

Duet Jokowi-Jusuf Kalla yang memiliki komitmen dan kerja nyata dalam penciptaan lapangan kerja berkelanjutan patut untuk dipertimbangkan kembali menjadi pasangan Presidan dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2019.

Frasa ”Presiden dan Wakil Presiden” dalam Pasal 7 UUD 1945, yang menyatakan ”Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”, dianggap para pemohon, memberikan makna bahwa syarat memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan, adalah apabila kedua-duanya pernah menjadi Presiden dan Wakil Presiden dalam periode yang sama.

”Sedangkan frasa ’selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama’ dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu tidak tegas dan justru dapat memberikan keragu-raguan serta mengakibatkan ketidakpastian hukum. Karena, apakah yang dimaksud dari dua kali masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam jabatan yang sama dapat dijabat secara berturut-turut atau tidak berturut-turut,” kata Almir.

”Para pemohon meminta kepada sembilan Hakim Konstitusi untuk menyatakan frasa ’Presiden atau Wakil Presiden’ dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Presiden dan Wakil Presiden,” kata Almir.

”Para pemohon juga meminta agar menyatakan frasa ’selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama’ dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak berturut-turut,” kata Almir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *